ISTRI NUSYUZ TIDAK TERHALANG ATAS HARTA BERSAMA – untuk kali ini kami akan mencoba menguraikan dalam artikel singkat ini. Sebenarnya harta bersama ini di bahas setelah adanya perceraian antara suami istri. Perceraian adalah pilihan suami istri, jika memang benar-benar rumah tangganya tidak bisa rukun. Rukun dalam arti kata tidak dapat dipersatukan kembali layaknya pasangan suami istri dalam sebuah rumah tangga. Pertanyaan di sini jika terjadi perceraian antara suami istri yang diakibatkan karena istri nusyuz, maka apakah istri bisa memperoleh harta bersama selama pernikahannya? untuk lebih jelasnya kami akan membahasnya dalam artikel ini.
Nusyuz adalah tindakan istri di luar kepatutan yang mengarah kepada tidak melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga. Selain dari itu juga berbentuk tindakan yang dapat merugikan pihak lainnya. Dalam fikih klasik dijelaskan bahwa setiap istri yang ingkar, meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin dari suami adalah salah satu bentuk perbuatan nusyuz, tidak peduli apapun alasannya. Nusyuz ini diidentik dengan tidak patuhnya seorang istri terhadap suaminya. Pada prinsipnya seorang istri wajib patuh kepada suaminya dalam semua hal termasuk kewajiban dalam melayani kebutuhan biologis bilamana suami membutuhkannnya. Seorang istri dianggap objek sedangkan suami berposisi sebagai subjek.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak mengatur masalah nusyuz. Dan selanjutnya jika kita melihat di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang mana KHI ini sependapat dengan alur pikiran jumhur ulama bahwa nusyuz hanya ditujukan kepada istri ansich, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 80 ayat 7 dan Pasal 84 ayat 1. Yang intinya bahwa kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada istrinya gugur selama si istri berbuat nusyuz. Namun, di sini dalam kategori nusyuz tidak semua tindakan istri selalu dihukum sebagai perbuatan nusyuz. Dalam kasus perselisihan rumah tangga yang menyebabkan istri harus keluar dari rumah kediaman bersama yang disebabkan selalu mendapatkan kekerasan dari suaminya. Maka hukum memandang hal tersebut bukanlah sebagai bentuk perbuatan nusyuz, karena tujuan istri pergi dari dari rumah hanya semata-mata untuk menyelamatkan dirinya.
Perlu diketahui bahwa perkawinan bukanlah akad sepihak. Perkawinan merupakan akad timbal balik antara suami istri yang menimbulkan hak dan kewajiban setiap pihak. Maka dari akad tersebut munculah ikatan perkongsian antara suami istri dalam rumah tangga dalam semua hal untuk membina, mewujudkan rumah tangga yang bahagia, damai, dan penuh kasih sayang. Perkongsian tersebut dapat dalam bentuk materiil dan immateriil. Dengan demikian jika seorang suami bekerja seorang diri sementara sang istri tinggal di rumah mengurus anak, membereskan rumah, dan hal tersebut disepakati oleh kedua belah pihak, maka walaupun sang istri tidak tidak mempunyai penghasilan secara riil, harta yang diperoleh semata-mata dari hasil usaha suami dihitung sebagai harta bersama. Kemudian jika terjadi perceraian akibat tindakan istri yang nusyuz, maka hak istri dari harta bersama itu tidak akan terhapus oleh karena tindakannya yang nusyuz tersebut. Dengan kata lain, jika istri nusyuz, maka perbuatan nusyuznya itu hanya dapat dijadikan alasan oleh suami untuk menceraikannya. Sedangkan bagian istri dari harta bersama tidak terpengaruh dengan tindakan nusyuznya. Jadi dari penjelasan di atas jika kita tarik kesimpulan, bahwa perbuatan nusyuz istri tidak mempengaruhi haknya untuk mendapatkan bagian dari harta bersama yang diperoleh selama pernikahan mereka.
Demikianlah artikel ini semoga bermanfaat, jika bapak/ibu ingin konsultasi hukum tentang perceraian, harta bersama, warisan, hak asuh anak dan lain-lainnya. Bapak/ibu bisa datang langsung ke kantor kami atau klik link whatsapp kami untuk konsultasi secara online.