MASA IDDAH SUAMI PASCA PERCERAIAN – Merupakan pembahasan menarik untuk di bahas. Kita semua pasti menyangka bahwa masa iddah untuk laki-laki tidak ada selama ini. Hal ini sebagaimana yang terdapat di dalam Undang-undang perkawinan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Al-qur’an, hadits, dan ulama-ulama yang lainnya, tidak ada satu pun yang menerangkan ada masa iddah bagi seorang suami pasca perceraian dengan istrinya. Namun, beberapa tahun terakhir ini Kementerian Agama Republik Indonesia menerapkan adanya MASA IDDAH SUAMI PASCA PERCERAIAN. Untuk lebih jelasnya akan kami bahas di dalam artikel ini.
Bahwa adanya penerapan Masa iddah bagi suami atau kaum laki-laki di sini merupakan aturan baru. Sehingga aturan baru tersebut membuat banyaknya permasalahan dalam masyarakat. Salah satunya banyak terjadi penolakan atau penangguhan pernikahan oleh Kantor Urusan Agama (KUA). Baik itu KUA tempat penyelenggaraan pernikahan atau pun KUA yang diberikan Rekomendasi untuk melaksanakan pernikahan. TIM survei kami mencoba untuk menggali dan mempelajari alasan-alasan KUA tersebut terkait penolakan atau penangguhan pernikahan seorang laki-laki atau suami yang mau menikah. Dari temuan TIM kami di lapangan KUA hanya memberikan alasan bahwa mereka berpegang teguh kepada Surat Edaran Nomor: P-005/DJ.III/HK.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa Idah Istri.
Bahwa selanjutnya kami telah menganalisis terkait Surat Edaran tersebut, terutama bagian E. mengenai Ketentuan yang terdapat dalam Surat Edaran Nomor: P-005/DJ.III/HK.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa Idah Istri. Adapun bagian E. Ketentuan tersebut berisikan:
- Pencatatan Pernikahan bagi laki-laki dan perempuan yang berstatus duda/janda cerai hidup hanya dapat dilakukan apabila yang bersangkutan telah resmi bercerai yang dibuktikan dengan akta cerai dari Pengadilan Agama yang telah dinyatakan inkrah.
- Ketentuan masa iddah istri akibat perceraian merupakan kesempatan bagi kedua pihak suami dan istri untuk dapat berfikir ulang untuk membangun rumah tangga yang terpisah karena perceraian.
- Laki-laki bekas suami dapat melakukan pernikahan dengan perempuan lain apabila telah selesai masa iddah bekas istrinya.
- Apabila laki-laki bekas suami menikahi perempuan lain dalam masa iddah, sedangkan ia masih memiliki kesempatan merujuk bekas istrinya, maka hal tersebut dapat berpotensi terjadinya poligami terselubung.
- Dalam hal bekas suami telah menikahi perempuan lain dalam masa iddah bekas istrinya itu, ia hanya dapat merujuk bekas istrinya setelah mendapat izin poligami dari pengadilan.
Bahwa berdasarkan penjelasan di atas menurut kami di sini ketentuan Surat Edaran tersebut bertabrakan dengan ketentuan Undang-undang Perkawinan. Dan begitu juga surat Edaran tersebut sampai saat ini sangat minim sekali sosialisasinya kepada masyarakat. Sehingga masyarakat belum mengetahuinya. Dan jika mengajukan pernikahan yang mana calon mempelai pria baru saja bercerai dengan mantan istrinya, sehingga permohonan pernikahan tersebut di tolak. Dengan alasan bahwa harus menunggu masa iddah mantan istri habis terlebih dahulu. Tentu alasan tersebut sangat merugikan kaum pria di sini.
Selanjutnya saran dari kami di sini khusus bagi KUA atau kementerian Agama di sini surat edaran tersebut bisa dikecualikan kepada Pihak suami istri yang bercerai dengan kronologis rumah tangga yang permasalahan rumah tangga tidak terlalu serius atau yang baru pisah ranjang. Dan sebenarnya syarat-syarat pengajuan perceraian di Pengadilan Agama telah mengatur sedemikian rupa bahwa para pihak yang akan mengajukan perceraian harus pisah rumah terlebih dahulu lebih kurang 6 (enam) bulan. Setelah pisah rumah selama 6 (enam) bulan dan disertai dengan adanya tindakan KDRT yang terjadi dalam rumah tangga, maka para pihak baru bisa mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama. Tujuan dari syarat tersebut adalah untuk mengurangi terjadinya perceraian dan tujuan lain adalah untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak sebelum mengajukan perceraian untuk rujuk dan memperbaiki permasalahan rumah tangga.
Bahwa selanjutnya jika perceraian tersebut sudah diajukan ke Pengadilan, selanjutnya para pihak akan dipanggil melalui relass untuk hadir di persidangan. Dan jika para pihak hadir di persidangan, maka para pihak diwajibkan untuk menjalankan proses mediasi sebagaimana yang terdapat dalam PERMA Nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Begitulah alur dalam mengajukan perceraian ke Pengadilan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi perceraian di Pengadilan. Maka untuk itu kami rasa setiap para pihak yang mengajukan perceraian ke pengadilan tentu sudah memikirkan secara matang untuk mengambil keputusan perceraian tersebut. Maka kami rasa potensi terjadinya poligami liar atau poligami terselubung kecil kemungkinan akan terjadi sebagaimana yang terdapat dalam Surat Edaran Nomor: P-005/DJ.III/HK.00.7/10/2021 Tentang Pernikahan Dalam Masa Idah Istri, pada bagian E. Ketentuan sebagaimana yang terdapat pada point 4 (empat).
Demikianlah artikel ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Pesan dari kami adalah terkait surat edaran tersebut harus ditinjau ulang, dan jika tetap diperlakukan untuk masyarakat, para pihak terkait untuk melaksakan surat edaran tersebut harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Jika bapak/ibu butuh konsultasi hukum, atau pendampingan hukum. Bapak/Ibu dapat datang langsung ke kantor kami atau konsultasi secara online di whatsapp kami di 0877-9262-2545. Terima Kasih.