PEMBAGIAN HARTA BERSAMA (Posisi suami tidak bekerja dan tidak menafkahi keluarga)

PEMBAGIAN HARTA BERSAMA (Posisi suami tidak bekerja dan tidak menafkahi keluarga)- merupakan pembahasan yang cukup menarik untuk dibahas. Hal ini tidak semua orang yang memahaminya. Pasangan suami istri yang melakukan perceraian dan kemudian  melakukan pembagian harta bersama merupakan hal yang lumrah. Namun, banyak dari masyarakat yang mengajukan pertanyaan terutama wanita karir yang merupakan tulang punggung keluarga, sedangkan suaminya hanya berdiam di rumah dan sama sekali tidak menafkahi keluarga bagaimana hak dia  untuk mendapatkan pembagian harta bersama tersebut. 

Harta Bersama Terkait harta bersama dan pembagiannya telah di atur di dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Pasal 35 ayat 1 UU Perkawinan menerangkan harta bersama selama pernikahan adalah harta yang peroleh selama perkawinan berlangsung. Kemudian dalam Pasal 97 kompilasi Hukum Islam (KHI) terkait harta bersama apabila seorang istri dan suami mengajukan gugatan harta bersama maka masing-masing berhak mendapatkan bagian sebesar 1/2 untuk bagian istri dan 1/2 bagian suami. 

Ilustrasi Cerita:

“Seorang wanita menikah dengan seorang laki-laki dalam hal ini kita sebut dengan Nyonya Y dan Tua X. Nyonya Y dan Tua X menikah pada tahun 1995. Hasil perkawinan tersebut Nyoya Y dan Tuan X memiliki 2 (dua) orang anak. Selama pernikahan Nyonya Y tidak pernah mendapatkan nafkah dari Tuan X, sehingga Nyonya Y harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Alhasil selain Nyonya Y dapat memenuhi kebutuhan keluarga, beliau juga dapat menabung, membeli rumah, dan membeli kendaraan. Selanjutnya dengan tidak adanya perubahan dari Tuan X berinisiatif mencari pekerjaan dan ditambah dengan perlakuan kasarnya, sehingga di tahun 2008 Nyonya Y mengajukan gugatan perceraian dan sekaligus gugatan harta gono gini”. 

Menjawab pertanyaan tersebut kami merujuk kepada Putusan Mahkamah Agung Nomor:266 K/AG/2010 tertanggal  21 Juli 2010. Dalam Putusan Mahkamah Agung di atas menerangkan bahwa Istri mendapatkan 3/4 bagian dari harta bersama, dan suami mendapatkan 1/4 bagian. Pertimbangan Majelis Hakim adalah semua harta bersama dihasilkan oleh istri dan suami tidak pernah memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Sedangkan pernikahan mereka sudah menginjak 11 tahun pernikahan. 

Kesimpulan yang bisa kita tulis dalam artikel ini adalah pembagian harta bersama sebagaimana yang telah di atur dalam Undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, sebagaimana yang telah diterangkan di atas yang mana istri mendapatkan 1/2 sedangkan suami juga mendapatkan 1/2 tidak semestinya Majelis Hakim di pengadilan akan menerapkan hukum tersebut. Namun Majelis Hakim memiliki pertimbangan lain sesuai dengan melihat dan mempelajari kronologis perkawinan dan fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan. Hal ini telah terbukti sesuai dengan putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor:266 K/AG/2010 tertanggal  21 Juli 2010. 

Demikianlah artikel ini, semoga bermanfaat. Jika bapak/ibu ingin konsultasi dan mendampingan hukum, bapak/ibu dapat datang langsung ke alamat kantor kami atau untuk konsultasi online bisa klik link whatsapp kami. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *