WALI NIKAH ANAK ANGKAT

WALI NIKAH- merupakan salah satu rukun dalam perkawinan. Dalam akad perkawinan itu sendiri wali dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan.  Selain dari itu wali nikah juga dapat sebagai orang yang diminta persetujuan langsung untuk kelangsungan  perkawinan tersebut. Terkait posisi wali dalam pernikahan dapat menentukan sah atau tidaknya suatu pernikahan atau perkawinan. Tidak sah pernikahan bila tidak didampingi oleh walinya bagi pembelai perempuan. Jika wali seperti nasab atau yang berhak menjadi wali  seperti wali hakim tidak ada maka pernikahan tersebut tidak sah. Maka untuk itu perlu rasanya kita membahas mengenai wali nikah bagi anak angkat. Hal ini merujuk kepada peran penting seorang wali dalam pernikahan. Hal ini bertujuan agar wali nikah bagi anak angkat tidak keliru dan menyebabkan pernikahannya tidak sah.

WALI NIKAH ANAK ANGKAT
WALI NIKAH ANAK ANGKAT

Perlu diketahui bahwa dalam Islam perbuatan hukum pengangkatan anak tidak berakibat berubahnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua kandungnya. Begitu pula hubungan hukumnnya dengan orang tua angkatnya hanyalah sebatas pemeliharaan, pengasuhan, bantuan pendidikan, pemenuhan kebutuhan hidupnya  dan lainnya dari orang tua kandung si anak kepada orang tua angkatnya. Hal ini dilakukan hanya semata-mata untuk kemaslahatan dan kebajikan anak tersebut.

Dari penjelasan di atas jika anak angkat tersebut adalah perempuan, maka masalah perwalian pernikahannya tetap mengacu kepada ketentuan perwalian pernikahan secara umum, yaitu orang tua angkatnya tidak berwenang sama sekali menjadi wali nikahnya. Jika hal tersebut terjadi maka Pernikahan atau perkawinan tersebut dinyatakan tidak sah, karena orang yang bertindak sebagai wali nikah itu tidak berwenang. Jadi yang berhak menjadi wali nikah anak angkat adalah ayah kandungnya atau orang-orang yang secara prioritas berhak menjadi wali nikah.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur beberapa ketentuan wali nikah. Hal ini terdapat dalam Pasal 19 disebutkan bahwa ” Wali Nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya“. Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat 2 disebutkan  bahwa wali nikah terdiri dari: (1) Wali Nasab, (2) Wali Hakim.

Ketentuan wali nasab diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 22 Kompilasi Hukum Islam, diikuti oleh wali hakim yang diatur dalam Pasal 23. Dalam Pasal 21 dan Pasal 22, wali nasab terdiri atas empat kelompok, yang memiliki skala prioritas berurutan yang wajib ditaati, yaitu:

  1. Kelompok pertama adalah kerabat laki-laki garis lurus keatas, seperti ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya;
  2. Kelompok kedua adalah kerabat saudara laki-laki kandung atau seayah, dan keturunan laki-lakinya;
  3. Kelompok ketiga adalah saudara laki-laki kandung ayah, paman, seayah, dan keturunannya;
  4. Kelompok keempat adalah saudara laki-laki kandung kakek, atau seayah, dan keturunannya.

Urutan skala prioritas berurutan hanya dapat berpindah kepada kelompok setelahnya apabila:

a. tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah;
b. memiliki keterbatasan seperti tuna wicara, atau tuna rungu;
c. atau sudah udzur.

Sedangkan, wali hakim hanya baru dapat bertindak sebagai wali nikah dalam kondisi tertentu, yaitu

a. wali nasab tidak ada;
b. tidak memungkinkan untuk menghadirkan wali hakim tersebut;
c. tidak diketahui tempat tinggalnya;
d. adhal atau enggan menjadi wali nikah (yang mengharuskan adanya putusan dari Pengadilan Agama)

Sumber tulisan dari: Hukum Perkawinan  di Indonesia (Masalah-masalah krusial) Karangan: Drs.H.M. Anshary MK, S.H., M.H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *