DITIPU ISTRI TERKAIT JATI DIRINYA, PERCERAIAN ATAU PEMBATALAN PERKAWINAN – Merupakan pembahasan yang sangat menarik. Belakangan ini sering kita dengar di lingkungan masyarakat baik secara langsung maupun melalui media sosial, Suami atau istri tertipu terkait jati diri pasangannya. Contohnya seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan, yang mana perempuan tersebut mengenalkan dirinya sebagai wanita baik-baik, sholeh, masih perawan dan sebagainya. Namun, setelah menikah dan sudah tinggal satu rumah, dan setiap waktu bertemu. Dan di sinilah jati diri si perempuan tersebut ketahuan, kalau yang bersangkutan sebenarnya bukan wanita baik-baik, sudah tidak perawan dan dalam posisi tersebut sebelum menikah wanita tersebut sudah hamil.
Bahwa dengan keadaan demikian tentu si suami atau pihak laki-laki merasa ditipu, sehingga muncullah pertanyaan atas kejadian tersebut langkah hukum apa yang paling tepat untuk diambil, apakah perceraian atau pembatalan pernikahan? Maka untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami tertarik untuk menulis artikel ini dengan judul DITIPU ISTRI TERKAIT JATI DIRINYA, PERCERAIAN ATAU PEMBATALAN PERKAWINAN.
Selanjutnya terkait kasus di atas banyak terjadi di dalam masyarakat. Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan tersebut Undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sebagaimana terdapat dalam Pasal 27 UU Perkawinan Jo Pasal 72 KHI yang menyatakan sebagai berikut:
- Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan/perkawinan apabila perkawinan yang dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
- Seorang suami atau istri dapat mengajukan pembatalan pernikahan atau perkawinan jika selama perkawinan tersebut terdapat indikasi penipuan terkait jati diri pasangannya atau salah sangka terkait pasangannya.
- Apabila ancaman telah berhenti, atau yang salah sangka tersebut sudah menyadari kesalahannya dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai pasangan suami istri, maka masing-masing pihak tidak lagi dapat menggunakan haknya untuk mengajukan pembatalan pernikahan atau perkawinan, dalam arti kata haknya sudah gugur.
Kesimpulan yang bisa kami tarik di sini adalah apabila terjadi salah sangka atau tertipu terkait jati diri istri atau pasangannya, maka dapat mengajukan pembatalan pernikahan atau perkwinan dalam kurun waktu paling lama 6 (enam) bulan. Jika masing-masing pihak tidak menggunakan haknnya untuk mengajukan pembatalan dalam kurun waktu tersebut, maka hak masing-masing pihak tersebut gugur dalam arti kata pengajuannya tidak dapat lagi diajukan pada waktu yang lainnya. Dan jika ingin mengakhiri perkawinan hanya bisa dilakukan dengan pengajuan perceraian ke Pengadilan.
Demikianlah artikel ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Jika butuh konsultasi hukum, pendampingan hukum, ingin memakai jasa advokat atau pengacara, maka Bapak/ibu dapat datang langsung ke kantor kami atau konsultasi secara online melalui whatsapp kami di 0877-9262-2545.