PERINTAH JABATAN TIDAK SAH

PERINTAH JABATAN TIDAK SAH – kalau perintah jabatan merupakan alasan pembenar, maka perintah jabatan  yang tidak sah adalah alasan pemaaf yang menghapuskan elemen dapat dicelanya pelaku. Perintah jabatan yang tidak sah tersampul dalam Pasal 51 KUHP ayat (2) yang mengatur “Perintah jabatan tanpa wewenang , tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali  jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah dengan wewenang  dan pelaksanaannya  dalam lingkungan pekerjaannya”. 

PERINTAH JABATAN TIDAK SAH
PERINTAH JABATAN TIDAK SAH

Berdasarkan kontruksi pasal a quo, pada hakikatnya perintah jabatan yang tidak sah tidak menghapuskan patut dipidananya pelaku. Oleh sebab itu, agar perintah jabatan yang tidak sah dapat berfungsi sebagai alasan  pemaaf, haruslah memenuhi tiga syarat. Pertama, perintah itu di pandang  sebagai perintah yang sah. Kedua, perintah tersebut dilaksanakan  dengan etikad baik. Ketiga, pelaksanaan perintah tersebut  berada dalam ruang lingkup pekerjaannya. Adapun ketiga syarat tersebut lebih disederhanakan oleh Moeljatno menjadi syarat subjektif dan syarat objektif. 

Syarat subjektif adalah bahwa dalam bathin orang yang menerima perintah harus mengira bahwa perintah tersebut adalah perintah yang sah dan oleh karena itu dilaksanakan dengan etikad baik. Sedangkan syarat objektif adalah bahwa perintah tersebut masih berada dalam lingkungan pekerjaan  yang diperintah. Perihal etikad baik itu sendiri  dalam hukum romawi disebut bonafides- Siti Ismijatie Jenie menyatakan bahwa dalam pengertian  subjektif  etikad baik adalah kejujuran, sedangkan itikad baik dalam pengertian objektif  adalah kepatutan. 

Mari kita lihat 2 (dua) ilustrasi berikut: Pertama, Seorang perwira polisi memerintahkan  bawahannya untuk memukul  seorang tahanan yang berbuat kekacauan sehingga tahanan  tersebut menderita luka-luka. Ilustrasi kedua, Seorang perwira polisi memerintahkan bawahannya untuk menggeledah orang yang ditangkap, padahal belum ada dugaan  kuat bahwa orang yang telah ditangkap telah melakukan suatu kejahatan. Pada ilustri yang pertama bawahannya tidak dapat berlindung  melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah. Kendatipun polisi diberi wewenang  untuk menangkap, menahan, menggeledah  dan menyita tetapi tidak boleh melakukan penganiayaan. Pada ilustri yang kedua, bawahannya dapat berlindung di balik perintah jabatan yang tidak sah  jika perintah tersebut dilaksanakan dengan itikad baik dihan cara yang patut. Terlebih, perintah jabatan tersebut masih berada dalam lingkup kewenangannya.

Demikianlah artikel ini semoga bermanfaat. Jika bapak/ibu butuh konsultasi hukum atau pendampingan hukum, bapak/ibu bisa datang ke kantor kami atau konsultasi secara online dengan cara klik link whatsapp kami.  

Sumber tulisan dari Buku Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Karangan: Eddy O.S. Hiariel, Cahaya Atma Pustaka, tahun 2014.  halaman: 234-235

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *