Pertanyaan:
Kami suami istri yang telah menikah pada tahun 2020. Setelah menikah kami alhamdulillah telah di karunia seorang anak. yang saat ini ada berada sama saya. Namun seiring waktu karena ekonomi kami tidak begitu baik dan sekarang semenjak tahun 2022 sampai dengan saat ini saya dengan suami telah pisah rumah. Rumah tangga kami tidak mulus begitu saja, faktor ekonomi yang menjadi penyebabnya. Sehingga kami sering bertengkar dan setiap pertengkaran suami saya mentalak saya serta mengembalikan saya ke rumah orang tua saya. Pertanyaannya apakah hal tersebut antara saya dan suami sudah bisa dikatakan bercerai baik secara agama maupun secara hukum? Terima kasih
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak hanya mengatur tentang perkawinan, tetapi juga mengatur masalah perceraian. Selain dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 juga mengaturnya. Di dalam PP 9 tahun 1975 tidak hanya bagi umat islam tetapi juga bagi masyarakat yang bukan beragama Islam.
Selanjutnya Pasal 65 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah dilakukan perubahan dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 jo Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 ditegaskan bahwa ” Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Selanjutnya di dalam angka 7 penjelasan umum Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 ” Undang-undang perkawinan bertujuan antara lain melindungi kaum wanita pada umumnya dan pihak istri pada khususnya.
Peraturan Perundang-undangan tentang perkawinan di Indonesia juga memberikan hak mutlak kepada seorang suami untuk mentalak istrinya. tetapi dengan ketentuan;
- Perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan;
- Perceraian harus disertai alasan-alasan sebagaimana telah diantur undang-undang:
- Mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 66 dst. Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
Hukum perkawinan di Indonesia mengatur bahwa suatu perceraian itu harus dilakukan di depan sidang Pengadilan dan tidak mengakui adanya perceraian yang dilakukan diluar pengadilan. Hal ini bertujuan agar dapat melindungi kaum wanita pada umunya dan pihak istri pada khususnya. Berbicara mengenai prinsip Undang-undang perkawinan adalah mempersulit terjadinya perceraian. Seorang suami yang diberi hak mutlak untuk mentalak istrinya tidak semena-mena dapat menggunakan hkanya. Hak seorang suami untuk mentalak istrinya dapat terjadi bilamana didasarkan kepada alasan-alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo Pasal 116 Kompilasi hukum Islam (KHI).
Demikianlah tulisan ini dibuat. Jika ingin konsultasi terkait prosedur pengajuan cerai di Pengadilan dapat menghubungi kami di link kami di atas. Semoga bermanfaat.