AKIBAT NUSYUZ TERHADAP HAK ISTRI DALAM PERCERAIAN – sangat banyak sekali. Sebelum kita memasuki pembahasan tentang akibat nusyuz terhadap hak istri dalam perceraian, tentu terlebih dahulu kita harus mengetahui artinya. Selain kita harus mengetahui arti dari nusyuz tersebut, kita juga harus mengetahui apa saja bentuk-bentuk nusyuz istri terhadap suaminya. Hal ini bertujuan agar pasangan suami istri bisa memahami dalam menjalankan rumah tangga dan terhindar dari segala macam konflik. Bahwa dengan tidak adanya konflik dalam rumah tangga tersebut, maka pasangan suami istri tersebut sudah berhasil mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Secara bahasa nuzyuz artinya meninggi, menonjol, durhaka, menentang, atau bertindak kasar. Di sini nusyuz dapat di artikan sebagai sikap tidak patuh dari istri terhadap suaminya, atau perubahan sikap yang menonjol dari istri terhadap suaminya atau sebaliknya. Selanjutnya menurut para ulama seperti fuqaha hanafiyah mengartikan nusyuz sebagai ketidaksenangan yang terjadi antara suami istri. Ulama mazhab maliki mengartikan nusyuz sebagai saling menganiaya antara pasangan suami istri. Ulama Syafi’iyah mengartikan nusyuz sebagai perselisihan antara suami istri. Menurut ulama Hambaliyah nuzyuz di artikan sebagai ketidaksenangan dari pihak istri atau suami yang disertai dengan pergaulan yang tidak harmonis. Selanjutnya menurut Wahabah al-zuhaily dalam kitab al-fikh al-Minhaj ‘ala menyebutkan bahwa nusyuznya istri adalah sifat durhaka Istri terhadap suaminya. Bahwa konsekuensi terhadap perbuatan tersebut adalah gugurnya giliran dan nafkah terhadap istri tersebut.
Menurut Peraturan perundang-undangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 84 KHI ayat 1 menyatakan bahwa istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) Kecuali dengan alasan yang sah, (2) selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhada istrinya tidak berlaku, kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya. (3) kewajiban suami tersebut pada ayat 2 di atas berlaku kembali ketika istri tidak nusyuz . (4) Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari istri harus di dasarkan atas bukti yang sah.