APAKAH BOLEH PERJANJIAN DIBUAT SECARA LISAN? – merupakan pertanyaan yang sangat banyak masuk ke inbox kami. Maka untuk itu, kami akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dengan adanya pertanyaan tersebut, tentu secara tidak langsung hal tersebut sudah menggambarkan bahwa masyarakat telah banyak melakukan atau mempraktekkannya. Lalu pertanyaannya bagaimana dengan hal tersebut APAKAH BOLEH PERJANJIAN DIBUAT SECARA LISAN?
Berbicara mengenai perjanjian secara lisan tentu sangat banyak resikonya. Dan dapat mendatangkan kerugian bagi para pihak apabila salah satu pihak mengingkarinya. Karena perjanjian lisan tidak menggunakan sebuah akta tertulis yang dapat menjamin adanya suatu perjanjian jika salah satu pihak menyangkal atau tidak mengakui telah membuat perjanjian. Maka pihak yang merasa dirugikan tidak bisa membuktikan bahwa antara para Pihak sudah membuat sebuah perjanjian.

Lalu bagaimana Undang-undang melihat suatu perjanjian tersebut di buat secara lisan? Sebagaimana Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian di defenisikan sebagai suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perlu diketahui bahwa KUHPerdata tidak menyebutkan secara sistematis tentang bentuk dari sebuah perjanjian. Setiap pihak yang melakukan perjanjian mempunyai kebebasan dalam membuat perjanjian. Bebas di sini berarti para pihak boleh melakukan perjanjian baik secara lisan maupun secara tulisan. Artinya setiap perjanjian baik dibuat secara lisan maupun secara tulisan tetap berlaku secara sah jika memeuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimaa yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sebagai berikut:
- Sepakat mereka yang mengikat dirinya
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
- Suatu hal tertentu
- Suatu sebab yang halal
Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa boleh untuk melakukan perjanjian secara lisan maupun secara tulisan. Namun tingkat resiko buruknya perjanjian secara lisan lebih besar dibandingkan dengan perjanjian secara tulisan. Karena jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh salah satu pihak dalam hal ini pihak yang melakukan perjanjian, maka pihak yang merasa dirugikan sulit atau tidak bisa membuktikannya terkait adanya perjanjian tersebut.
Demikianlah artikel ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca. dan dapat menambah wawasan. Jika Bapak/Ibu konsultasi hukum, Maka bapak ibu dapat klik di link whatsapp kami.