APAKAH KESEPAKATAN DAPAT MENJADI ALASAN PERCERAIAN?

APAKAH KESEPAKATAN DAPAT MENJADI ALASAN PERCERAIAN? – sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Tentu bagi setiap pasangan yang pastinya  mendambakan pernikahan 1 kali seumur hidup. Pada waktu ijab dan qobul atau saat melangsungkan pernikahan setiap orang tidak pernah memikirkan akan adanya perceraian. Semua berharap  hubungan perkawinan tetap harmonis sampai ajal menjemput. Namun pada realitanya dalam hubungan perkawinan terkadang tertimpa masalah keluarga sehingga memilih untuk melakukan perceraian.

Sebagaimana yang disampaikan di atas terkait perceraian merupakan jalan terakhir yang harus ditempuh oleh pasangan suami istri. Keinginan perceraian ini tidak hanya kehendak kedua belah pihak saja. Namun, dari pihak lain pun juga melakukan dorongan atau tekanan agar perceraian ini terjadi. Sehingga dengan adanya permasalahan dalam rumah tangga dan mereka atas dasar kesepakatan untuk melakukan perceraian.

Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP No. 9 tahun 1975 sudah mengenal  adanya prinsip  atau asas  yaitu: mempersulit  terjadinya perceraian. Dari azas tersebut dapat diartikan  cara yang diwajibkan untuk melakukan perceraian  yaitu perceraiannya harus dilakukan di Pengadilan yang disertai dengan alasan-alasan yang patut dan sesuai dengan ketentuan peraturan  yang berlaku. Hal ini sebagaimana  telah diatur dalam Pasal 39 UU No.1 tahun 1974 jo. Pasal Pasal 19 PP No.9 Tahun 1975.

APAKAH-KESEPAKATAN-DAPAT-MENJADI-ALASAN-PERCERAIAN
APAKAH-KESEPAKATAN-DAPAT-MENJADI-ALASAN-PERCERAIAN

Alasan-alasan Perceraian:

  1. salah satu pihak berbuat zinah atau menjadi pemabuk, pemadat, pejudi, dan lainnya sebagaimana yang sukar untuk disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain  selama 2 (dua) tahun  berturut-turut  tanpa izin dari pihak lain tersebut,  dan tanpa alasan yang sah  atau karena hal lain diluar kemauannya.
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4. Salah satu pihak melakukan kejahatan atau penganiayaan berat  yang membahayakan terhadap pihak lainnya.
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan  tidak dapat menjalankan kewajibannya.
  6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan  dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Selanjutnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga terdapat 2 alasan tambahan yang dijadukan sebagai alasan untuk mengajukan perceraian, hal ini terdapat dalam Pasal 166, sebagai berikut:

  1. Suami melanggar talik Talak  (Pasal 166 huruf G KHI)
  2. Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan  terjadinya ketidak rukunan (Pasal 116 huruf H KHI)

Perlu diketahui juga bahwa selain perundang-undangan yang mengaturnya, Mahkamah Agung  juga memberikan indikator bagi hakim untuk memutuskan perceraian, apabila terpenuhinya  fakta-fakta  dalam persidangan yang menunjukan rumah tangga suami istri tersebut sudah pecah. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam SEMA No. 4 Tahun 2014, yang berbunyi:

  1.  Sudah ada upaya damai tetapi tidak berhasil
  2. Sudah tidak ada komunikasi yang baik antara suami istri
  3. Salah satu pihak atau masing-masing pihak meninggalkan kewajibannya  sebagai suami istri
  4. Telah terjadi pisah ranjang/ tempat tinggal bersama
  5. Hal-hal lain yang ditemukan dalam persidangan (KDRT, main judi dan sebagainya).

Dari penjelasan di atas cukup jelas bahwa kesepakatan sebagai dasar atau alasan untuk mengajukan perceraian di pengadilan adalah tidak bisa. karena alasan dengan adanya kesepakatan antara suamin istri untuk melakukan perceraian adalah tidak sesuai dengan alasan-alasan yang telah dijelaskan  secara liminatif dalam peraturan perundang-undangan, kecuali di dalam surat pernyataan tersebut juga memuat  alasan-alasan perceraian  sebagaimana  diatur oleh Undang-undang serta diajukan  ke muka pengadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *