TERLAMBAT BAYAR HUTANG, APAKAH BOLEH KENDARAAN DI TARIK DEBT COLLECTOR – berbicara mengenai penarikan jaminan atau kendaraan oleh Debt Collector akhir-akhir ini sangat marak sekali terjadi dilingkungan masyarakat. Penarikan kendaraan atau jaminan tidak hanya terjadi di jalan raya, namun ada juga yang terjadi di rumah. Penyebab adanya penarikan tersebut adalah disebabkan karena debitur terlambat atau belum membayar kewajibannya sebagaimana mestinya. Secara hukum keterlambatan debitur dalam menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya merupakan suatu perbuatan wanprestasi. Namun perbuatan wanprestasi tersebut harus terlebih dahulu melalui pemutusan atau penetapan dari Pengadilan. Lalu bagaimana hukumnya terkait pengambilan secara paksa kendaraan debitur yang tidak atau terlambat membayar hutangnya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami mencoba menjelaskannya melalui artikel ini dengan judul “TERLAMBAT BAYAR HUTANG, APAKAH BOLEH KENDARAAN DI TARIK DEBT COLLECTOR”.
Sebelum kita membahas mengenai boleh atau tidaknya kendaraan atau jaminan tersebut di tarik atau diambil secara paksa oleh debt collector . Terlebih dahulu kita perlu mengetahui siapa itu Debt Collector. Debt Collector terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu Debt dan Collector. Debt artinya adalah utang, sedangkan collector artinya adalah pengumpul atau penagih. Jika kedua kata tersebut digabung, maka debt collector berarti sebagai penagih hutang.
Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan di atas apabila debitur terlambat dalam menjalankan kewajibannya, maka pihak Kreditur atau perusahaan leasing atau kuasanya tidak boleh bertindak melakukan aksi atau perbuatan pengambilan paksa atas objek jaminan fidusia atau agunan baik itu kendaraan atau rumah dan sejenisnya. Hal ini sebagimana putusan Mahkamah Konstitusi No:18/PUU-XVII/2019. Dalam hal ini MK tidak memutuskan jaminan fidusia tidak serta merta atau otomatis memiliki kekuatan eksekutorial. Selain dari itu cidera janji dalam eksekusi perjajian fidusia harus berdasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak antara debitur dan kreditur atau atas dasar upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan ke Pegadilan Negeri dan kemudian Majelis Hakim akan memutuskan telah terjadinya cidera janji atau wanprestasi.
Hal ini perlu diingat baik bagi debitur, kreditur maupun bagi pihak penyedia jasa penagihan hutang atau yang disebut dengan debt collector melakukan penarikan jaminan boleh-boleh saja tanpa adanya penetapan dari pengadilan dengan catatan pihak debitur mengakui adanya inggar janji atau wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi objek dalam perjajian fidusia tersebut. Namun, apabila debt collector tersebut tetap menyita atau mengambil secara paksa atas barang-barang yang dimiliki oleh debitur, maka debitur atau keluarganya dapat melakukan upaya hukum seperti membuat laporan dikepolisian atas dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 362 KUHP tentang pencurian atau jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 365 ayat 1 (satu) KUHP.
Cukup jelas apa yang telah kami tulis dalam artikel di atas, semoga apa yang telah kami tulis di sini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca. Terimakasih