TIDAK MAMPU MEMBAYAR HUTANG, APAKAH BISA DI PIDANA?

TIDAK MAMPU MEMBAYAR HUTANG, APAKAH BISA DI PIDANA? – banyak permasalahan hutang piutang yang terjadi saat ini. Salah satu penyebabnya adalah factor ekonomi di kalangan masyarakat yang melemah. Apalagi semenjak musibah covid-19 yang melanda negeri ini. Karena pada saat covid tersebut semua aktivitas masyarakat di hentikan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya penularan covid yang semakin banyak. Hal tersebut sangat merugikan masyarakat terutama masyarakat sektor bisnis dan perdagangan. Setelah covid mereda tentu masyarakat mencoba bangkit untuk menormalkan kembali usahanya, namun di sini terjadilah minjam modal atau hutang dari sektor lain. Pinjaman ini tidak hanya terjadi pada para pembisnis, hal ini juga terjadi pada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena selama covid banyak dari masyarakat yang tidak bekerja, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup pada masa itu, mereka mencoba mencari pinjaman. Namun, saat pengembalian pinjaman tersebut, banyak dari masyarakat yang belum mampu untuk mengembalikannya, waluapun mereka sudah mencoba berusaha untuk mengembalikannya. Maka dari sini muncullah pertanyaan TIDAK MAMPU MEMBAYAR HUTANG, APAKAH BISA DI PIDANA?

TIDAK MAMPU MEMBAYAR HUTANG, APAKAH BISA DI PIDANA
TIDAK MAMPU MEMBAYAR HUTANG, APAKAH BISA DI PIDANA

Perlu diketahui bahwa hutang piutang pada prinsipnya adalah ruang lingkup hukum perdata, sehingga tidak bisa di bawa ke ranah hukum pidana. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Adapun bunyi Pasalnya sebagai berikut: ” Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan  berdasarkan atas alasan ketidakmampuan  untuk memenuhi suatu kewajiban  dalam perjanjian utang piutang”

Selain dari Undang-undang di atas beberapa putusan Mahkamah Agung yang berkuatan hukum tetap (yurisprudensi), juga menerangkan sebagai berikut:

  1. Putusan Mahkamah Agung Nomor Register: 93 K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970 yang menyatakan: “Sengketa hutang-piutang  adalah merupakan  sengketa perdata”. 
  2. Putusan Mahkamah Agung Nomor Register: 39 K/Pid/1984, tertanggal 13 September 1984 menyatakan: “Hubungan hukum antara terdakwa  dan saksi merupakan hubungan perdata yaitu  hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditaksirkan  sebagai perbuatan tindak pidana penipuan”. 
  3. Putusan Mahkamah Agung Nomor Register: 325 K/ Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986 menyataka: “Sengketa Perdata tidak dapat dipidanakan”. 

Jadi dari penjelasan Undang-undang di atas dan beberapa Yurisprudensi yang telah kami paparkan jika seseorang yang tidak mampu untuk membayar hutang, tidak bisa dipidana. Namun di sini khusus bagi yang mempunyai hutang, jangan dijadikan sebagai senjata hal tersebut dan enggan untuk membayar hutangnya, tetaplah mempunyai etikad baik untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana yang telah dijanjikan pada saat melakukan pinjaman, karena jika tetap tidak mempunyai etikad baik maka peminjam tidak lepas begitu saja dari jerat hukum, karena yang memberikan pinjaman dapat melakukan upaya hukum dengan cara melakukan gugatan wanprestasi atau ingkar ke Pengadilan. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHper) yang berbunyi: 

“Penggantian biaya, rugi dan bunga  karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang setelah dinyatakan  lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”. 

Selanjutnya dalam Pasal 1244 KUHper juga menyatakan bahwa:

“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. Bila ia tidak dapat membuktikan  bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepat waktunya waktu dalam melaksanakan perikatan  itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. Walaupun tidak ada etikad buruk kepadanya”. 

Perlu diingat bahwa terkait hutang-piutang tersebut dapat dilarikan kepada jalur hukum pidana, apabila  hutang-piutang atau transaksi tersebut terdapat unsur-unsur penipuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang menerangkan sebagai berikut: “Barangsiapa  dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lainuntuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. 

Dari penjelasan di atas cukup jelas bahwa tidak tepat secara hukum jika perkara pinjam meminjam tersebut kita bawa ke ranah hukum pidana. Karena  menurut hukum seseorang tidak bisa dipidana karena ketidakmampuannya  membayar hutang. Adapun langkah yang paling tepat adalah mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan negeri dengan tujuan meminta uang kembali serta meminta biaya-biaya lainnya yang timbul dalam pengurusan masalah ini serta ditambah dengan uang ganti rugi serta bunga jika diinginkan. 

Demikianlah artikel ini, semoga bermanfaat. Jika bapak/ibu membutuhkan konsultasi hukum baik itu perdata maupun pidana, Bapak/ibu bisa datang langsung ke kantor kami atau bisa kontak kami di whatsapp: 0877-9262-2545 untuk konsultasi secara online. Terima kasih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *